Salahsatunya kepada para santri yang akan menuntut ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur. (0285) Ketua Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal), Miftakhudin Ridho menerangkan, bagi santri baru maupun lama yang akan berangkat ke ponpes, wajib menjalani tes swab antigen. Populer; Hari Dharma Karya Dhika, Bagian Hukum Setda Acaradi Ngadirejo Kab Temanggung namun dihadiri berbagai santri alumni dari berbagai daerah terutama wilayah Kedu Jawa Tengah.#Lirboyo #Alumni #Halalbihalal KaryaAlumni Pesantren Lirboyo Diminati di Timur Tengah dan Amerika Kitab dengan nama “Audlohul Manahij” itu mendapat banyak pujian tidak hanya dari ulama Timur Tengah, tapi juga dari masyarakat Eropa dan Amerika.Dr Basyiiri Abdul Mu’thy dari Al-Azhar Cairo, Mesir, menyebut kitab tersebut sebagai panduan belajar bahasa Arab yang paling mudah Brebes Puluhan Anggota PAC GP Ansor Brebes beserta Badan Semi Otonomnya, Banser Satkoryon Brebes bekerjasama dengan HIMASAL (Alumni Santri Lirboyo) m Pandemi Covid 19, Ansor Brebes Bantu Sterilisasi Santri Lirboyo - Kompasiana.com Puluhansantri dari Ponpes Lirboyo, kota kediri, menggelar kegiatan Safari Ramadhan di kecamatan Kandangan. Ini tujuannya. Jumat, 22 Juli 2022 Ada santri yang ditugaskan menjadi panitia safari yang bertanggung jawab terhadap jalannya kegiatan safari ini. Salah satu pengurus Himpunan Alumni Lirboyo (Himasal) Agus Ma'adzalloh Daerobi Keduanyajuga dianggap layak untuk menjadi pemimpin organisasi yang berdiri sejak tahun 1926 itu. Baca juga: Said Aqil dan Yahya Staquf Sama-sama Mumpuni, PBNU Perlu Regenerasi Kepemimpinan. Berikut profil singkat lima calon Ketua Umum PBNU yang dirangkum berbagai sumber : KH. Said Aqil Siradj Duatahun kemudian Kiai Abdul karim bersama istri hijrah ke tempat baru, di sebuah desa yang bernama Lirboyo. Dan di sinilah titik awal tumbuh dan berkembangnya pesantren tersebut dan terkenal hingga saat ini. Pada 1913 M, Kiai Abdul karim mendirikan sebuah masjid di tengah komplek pesantren sebagai sarana ibadah dan wahana belajar santri. PidiBaiq lahir di Bandung, Jawa Barat pada 8 Juli 1972 dan saat ini sudah berusia 49 tahun. Ia menempuh pendidikan tinggi di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan menjalani studi di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) karena memang fokusnya di bidang keilmuan terkait seni. Kebanyakan orang mengenal Pidi Baiq karena karya novelnya, yaitu serial Sebenarnya kekuatan pondok lirboyo itu bukan pada proses sekarang tapi kekuatan alumni yang menyebar ke seluruh Indonesia. Seperti kita ketahui saat ini Indonesia menjadi role model negara islam terbesar di dunia,” jelasnya. Masihmenurut alumni Ponpes Lirboyo Kediri ini, para pendekar pencak dor saat diatas ring membutuhkan konsentrasi bertanding. Hal ini dilakukan supaya tidak mudah terpancing emosi dan akhirnya menggunakan jurus ngawur yang sia-sia dan berujung kekalahan. "Menang-kalah, dalam pencak dor bukanlah hal yang utama. TaSZc. Jakarta, Gontornews — Penampilannya sederhana, tak menampakkan dirinya seorang kia besar. Sifat tawadhu dan sederhana ini ternyata sosok di balik berdirinya Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur. Dialah KH Abdul Karim atau yang biasa disebut Mbah adalah nama kecil KH Abdul Karim. Ia lahir sekitar tahun 1856, di Dukuh Banar, Desa Diangan, Kawedanan Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah. Ia merupakan putra ketiga dari pasangan Abdur sebagai seorang petani, ayah Manab juga seorang pedagang. Kehidupan keluarga Abdur Rahim sebenarnya berkecukupan, hanya setelah sang ayah meninggal dan usaha itu dilanjutkan oleh sang istri serta tak lama kemudian Salmah –ibu Manab- menikah lagi, Manab memutuskan untuk mengembara dengan tujuan menuntut ilmu, ingin meniru kedua kakaknya, yakni Aliman dan Mu`min yang lebih dulu hari, Aliman pulang ke Magelang. Rupanya Aliman juga bermaksud mengajak Manab yang saat itu berusia 14 tahun untuk berkelana. Dengan berbekal restu orangtua, Manab akhirnya berangkat ke Jawa perjalanan itu, kedunya sampai di Dusun Gurah Kediri, bernama Babadan. Di dusun inilah, keduanya menemukan sebuah surau yang diasuh oleh seorang kiai, dan mulai nyantri untuk mempelajari ilmu-ilmu dasar, seperti ilmu amaliyah –dengan membagi waktu sambil ikut mengetam padi, menjadi buruh warga desa saat panen dirasa cukup, ia meneruskan nyantri ke pesantren yang terletak di Cepoko, 20 kilometer sebelah selatan Nganjuk, dengan bekerja di pesantren itu. Di sini, Manab belajar selama 6 tahun. Lantas pindah ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono. Di pesantren ini pula, konon Manab memperdalam al-Qur` tak puas hanya belajar di dua pesantren, Manab pindah ke Sidoarjo, pesantren Sono –yang terkenal akan ilmu sorofnya. Di pesantren ini, ia mondok 7 tahun dan tidak lagi belajar sambil bekerja, karena seluruh kebutuhannya sudah ditanggung sana ia lalu nyantri ke Pesantren Kedungdoro dan kemudian ke Madura untuk nyantri kepada Kiai Kholil Bangkalan. Di pesantren ini, hampir 23 tahun Manab nyantri. Saat itu ia sudah berusia 40 cukup lama, Kiai Kholil merasa Manab sudah lulus. Lalu Manab pamit pulang. Namun sesampainya di Jawa Timur, dia mendengar salah satu sahabatnya kala mondok di Madura, Kiai Hasyim Asy`ari telah tiga tahun membina pesantren di Tebuireng, Jombang, yang membuat Manab singgah. Di pesantren ini, ternyata dia tidak sekedar singgah dan malah sempat nyantri selama 5 diduga-duga, Kiai Hasyim menjodohkannya dengan salah seorang putri kerabatnya, putri KH Sholeh dari Banjarmlati, Kediri. Kiai Manab yang saat itu berusia 50 tahun akhirnya menikah dengan KH Sholeh berkeinginan membeli tanah di Lirboyo dan memberikannya kepada Manab. Akhirnya, Kiai Manab pun menetap di situ, Kiai Manab boleh dikatakan merintis dari awal. Bahkan, di awal-awal Kiai Manab menetap di Lirboyo tidak jarang kena teror. Tujuannya agar Kiai Manab tak betah. Tapi dengan ketabahan, Kiai Manab justru berhasil menyadarkan kiai Manab memulai membangun sarana peribadatan, mushalla yang 3 tahun kemudian disempurnakan menjadi masjid tahun 1913. Dengan keberadaan masjid itu keberhasilan dakwah Kiai Manab kian tampak. Masjid itu tidak sekedar hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebagai sarana pendidikan dan situ, banyak masyarakat yang kemudian berguru, malahan ada seorang santri yang datang dari Madiun, bernama Umar. Santri pertama inilah yang kemudian menjadi cikal bakal keluarga besar Pesantren Lirboyo, yang dirintis dari nol oleh Kiai demi tahun, Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo semakin dikenal oleh masyarakat luas dan semakin dibanjiri santri. Setelah pesantren berkembang, banyak santrinya yang menjadi ulama besar. Di antaranya KH Marzuqi Dahlan dan KH Mahrus Aly. Kedua ulama ini juga merupakan menantu Mbah Manab yang kemudian membantu mengembangkan Pesantren Manab, KH Marzuqi Dahlan, dan KH Mahrus Aly merupakan tiga tokoh penting Pondok Pesantren Lirboyo. Biografi ketiganya diceritakan dalam buku berjudul Tiga Tokoh Lirboyo yang diterbitkan Jausan Lirboyo pada Juli pada hari Senin tanggal 21 Ramadhan 1374 H, sekitar pukul KH Abdul Karim wafat. Suasana sedih tentu melingkari keluarga Pesantren Lirboyo. Sebab, sosok kharismatik itu telah tiada. [Fath] KH Azizi Hasbullah terkenal sebagai macan Lirboyo. Sebuah julukan yang menggambarkan kepiawaiannya dalam ranah bahstul masail. Kepulangannya ke hadirat Allah Swt tentu saja meninggalkan banyak kenangan di benak sahabat dan jejak digital tentang cerita beliau yang tersebar di media sosia. Di antaranya adalah tulisan Mukti Ali Qusyairi, alumni Pesantren Lirboyo Kediri dan Ketua Lembaga Bahtsul Masail LBM Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama PWNU DKI Jakarta yang ia unggah di akun facebooknya.“Saya sebagai murid, saya ingin menulis sekilas tentang beliau sependek yang saya tahu. Karena bagi saya, beliau adalah tokoh penting.” semula saya nyantri di Lirboyo, nama Romo KH Azizi Hasbullah selanjutnya disebut Kiai Azizi sudah menjadi buah bibir dan tema tersendiri dalam obrolan-obrolan warung kopi para santri. Pasalnya, di dalam diri Kiai Azizi ada anomali atau ketidaknormalan yang mengejutkan bagi publik Kiai Azizi dari keluarga yang kurang berada, sehingga agar bisa nyantri di Lirboyo dengan memilih menjadi dalem Kiai pengasuh Lirboyo. Lantaran dengan memilih menjadi dalem, ia bisa gratis sekolah dan mesantren serta mendapatkan kebutuhan makan-minum serta kebutuhan merupakan tradisi pesantren. Yaitu kerja-kerja khidmah, pengabdian, dan membantu berbagai hal yang dibutuhkan sang kiai. Misalkan menjaga toko kitab, warung/kantin, memasak, mengurus sawah, atau mengurus binatang ternak, dll. Akan tetapi kerja-kerja itu dilakukan di luar jam wajib sekolah dan ngaji Azizi konon mendapatkan pengabdian di bidang mengurus sapi-sapi milik keluarga almaghfurlah Romo KH Ahmad Idris Marzuqi, pengasuh Pesantren Lirboyo generasi menjadi santri, Kiai Azizi sibuk mencari rumput, memberi makan-minum, dan membersihkan kandang sapi serta memandikan sapi-sapi. Kadang-kandang sapi berada di samping pesantren. Kiai Azizi pun semasa menjadi santri sampai menjadi guru kami, kiai kami, hidup dan mukim di sebuah gubuk terbuat dari bambu dan jerami yang berada tidak jauh dari kandang sibuk dalem mengurus sapi-sapi yang cukup menyita waktu dan menguras tenaga, tetapi Kiai Azizi menjadi siswa yang paling menonjol kemampuan hapalan, pemahaman, mental, dan artikulasinya. Beliau selalu menjadi Rais Am, ketua musyawarah kitab, dan aktivis serta santri bahtsul masail pilih yang dikagumi oleh publik santri. Sembari bertanya-tanya, mana mungkin dalam waktu bersamaan sibuk luar biasa dalem ngurus sapi dan menjadi siswa yang paling menonjol?! Ada yang bergumam, “ini anomali, gak normal!”. Ada yang bilang, “Genius!”. Juga ada yang bilang dengan bahasa agak intelek, “Out of the box!” Semua mengagumi. Di Lirboyo, Kiai Azizi Hasbullah menjadi tokoh fenomenal sejak menjadi santri hingga detik ini. Banyak yang menjuluki “Macan Lirboyo!”Saya pun mengaguminya. Fans berat. Meski selain beliau, ada tokoh-tokoh di dalam Lirboyo yang saya kagumi seperti di antaranya yaitu Gus KH Ishomuddin Adziq, Pak Kiai Rosichun Zaka, Pak Kiai Ali Musthofa, Pak KH Saiful Mahrus Aly, Tokoh Kemerdekaan Dari Pesantren LirboyoBahtsul MasailKetika saya masih ibtidaiyah, suka menonton dan mendengarkan Kiai Azizi Hasbullah sedang menjelaskan rumusan dalam perhelatan bahtsul masail yang di adakan di Serambi tsanawiyah MTs baru bisa ikut belajar bahtsul masail dan musyawarah kitab Fathul Qarib lintas kelas tsanawiyah dan aliyah. Dewan perumusnya di antaranya Kiai Azizi, Pak KH Ali Musthofa, dll. Ketika beliau menjelaskan, saya pasang kuping dengan lebar. Rasanya senang sekali bisa dibimbing sang maestro bahtsul saya terkaget-kaget, kok bisa Kiai Azizi dalam merumuskan jawaban persoalan dengan memasukan pada bab kitab fikih yang sepertinya kurang nyambung tapi memang itu jawabannya. Pelan-pelan saya amati, dan setelah kelas tiga tsanawiyah dan sudah lumayan banyak baca kitab-kitab kuning seperti Bujayrami ala al-Khathim Syarah Iqna”, di sekolah juga belajar Fathul Mu’in dengan Syarah I’anat al-Thalibib dan Tarsyikhul Mustafidin, Hasyiyah Syarwani Sayah Tuhfatul Muhtaj pemberian kakak saya Qurratul Ain beli ketika haji, dll. Serta rajin mencatat ibarat-ibarat/penjelasan kitab yang penting. Saya baru memahami, ya memang ada banyak persoalan yang di bahas di bab kitab fikih yang terlihat tidak nyambung tetapi sebetulnya kitab fikih dalam pengebaban sudah baku. Itu-itu saja babnya. Misalkan ubudiyah, munakahat, mu’amalat, dan jinayat. Bagi yang biasa membaca buku modern pasti akan bingung mencari jawaban dari kitab kuning. Sebab buku modern ditulis secara spesifik dan tematis serta kasuistik/masalah permasalah. Sedangkan kitab kuning tidak ditulis secara tematis dan tidak akan menemukan tema tahlilan atau sedekah yang pahalanya untuk mayat, tapi kita akan menemukannya di bab janazah dal lain tiba saatnya di sekolah MHM Madrasah Hidayatul Mubtadiin Lirboyo saya mendapati materi kitab ushul fikih Waraqat, disusul Tashil al-Thuruqat, dan Lubbul Ushul. Kakak kelasku, Kang H Said Salim yang saat ini menjadi kakak ipar, menitipkan saya ke Kiai Azizi untuk ikut kursus kitab ushul fikih. Karena Kang H Said saat itu mau boyong tamatan. Kami sowan dengan membawa gula batu dan teh upet khas saat itu saya aktif kursus ushul fikih kitab Lubul Ushul bersama Kiai Azizi di biliknya yang terbuat dari bambu dan jerami itu. Biasa kita menyebutnya “gedeg”.Saya masih ternginang cara beliau menjelaskan. Menjelaskan pengertian dari kata perkata yang ada di dalam kitab. Sejujurnya saya baru bisa memahami ushul fikih berkat kursus dengan Kiai ketika beranjak naik kelas Aliyah menjumpai kitab Jam’u al-Jawami 2 jilid, saya merasa agak ringan karena ada modal kurus kitab Lubul Ushul bersama Kiai Aliyah, tahun 1998-2000. Di saat saya sedang gandrung membaca buku-buku pemikir muslim Indonesia maupun Timur Tengah bahkan Barat, sembari saya terkadang nulis di Majalah dinding Lirboyo dan menjadi Sekjen Bahtsul Masail Kelas Aliyah. Saya sowan ke Kiai Azizi dengan tujuan mencopi makalah-makalah beliau. Beliau makalah-makalah itu saya ketik ulang di tempat rental komputer di Kota Kediri dan saya simpan di disket. Saat itu belum ada flashdisk. Saya edit dan kasih pengantar kajian atas tulisan-tulisan beliau. Jadilah buku yang diberi judul “Kontekstualisasi Doktrin Fikih Islam”.Buku itu diterbitkan dan dicetak oleh kami bersama teman sekelas, Fajar Mukhlasin Nur ketua kelas yang juga orang Malang, Bustomi, dan lain-lain. Dananya itu diterbitkan dan dicetak oleh kami bersama teman sekelas, Fajar Mukhlasin Nur ketua kelas yang juga orang Malang, Bustomi, dll. Dananya itu kita jual habis ketika dilaunching dan dibedah oleh penulisnya langsung Kiai Azizi Hasbullah. Karena Kiai Azizi adalah magnet dan idola para santri Lirboyo, sehingga tak butuh waktu lama menghabiskan buku uang hasil penjualan buku terkumpul, labanya kami berikan kepada Kiai Azizi sebagai penulis dan modal dikembalikan ke teman-teman sambil mayoran terong. Mensyukuri kesuksesan murid. Pada tahun 2021, kami pernah mengundang beliau bersama Kiai Zahro Wardi untuk menjadi perumus LBM PWNU DKI Jakarta. Dan bersedia datang. Betul-betul datang ke Jakarta. Kami senang sekali. Terasa mendapatkan keberkahan dan wawasan yang luar kini Sang macan Lirboyo itu telah Lahu Alfatihah Imam HamidiSumber Facebook Mukti Ali Qusyairi